Penetapan Perda Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau oleh DPRD Riau Tahun 2017

Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif secara resmi diterima jadi Perda oleh DPRD Riau. Penetapan Perda ini dilakukan dalam rapat Paripurna Pengesahan Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif pada hari Kamis 16 Maret 2017.

FORUMRIAU.COM: Bertempat di ruang rapat Paripurna gedung DPRD Riau, pengesahan perda tersebut diatas diawali dengan laporan hasil Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif.

Pandangan Pansus tersebut disampaikan oleh anggota Komisi C DPRD Riau Sewitri dari fraksi Golkar. Dalam laporannya, Pansus menyatakan sangat perlu dan pentingnya payung hukum menyambut pengelolaan sapi dan kerbau betina produktif di Riau tahun anggaran 2017 dan ke depannya.

Menurut Sewitri Pansus telah melakuan studi banding dan kunjungan kerja di berbagai daerah dalam membuat Ranperda ini. Kunjungan penerapan payung hukum itu dilakukan antara lain ke Provinsi Jawa Timur beberapa waktu lalu.

"Dinas peternakan Provinsi Jawa Timur, rapat untuk membahas dan mengkaji dasar hukum dan undang-undang maupun peraturan tentang ternak sapi dan kerbau betina produktif, bersama Kementerian Hukum dan HAM provinsi Riau Dinas Pertanian dan peternakan provinsi Riau dan biro hukum setda provinsi Riau. Banyak masukan yang telah kami didapat dalam pertemuan tersebut, untuk penyempurnaan laporan pansus," terang Sewitri dalam menyampaikan hasil kinerja pansus ini.

Dalam laporanya disebutkan, pengembangan produksi sapi dan kerbau di Riau sangat berpotensi untuk dilakukan, mengingat kebutuhan akan daging terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

"Kebutuhan daging provinsi Riau sebeasar 70 persen, di pasar dari luar daerah Riau produksi daging dari satu lokal hanya 30 persen total pemotongan sapi di provinsi Riau adalah 251 ribu pertahunnya. Dan lahan yang tersedia untuk mengembangkan produksi sapi betiana ini
sangat banyak,"ungkap Sewitri.

Dalam penyampaian hasil kerja tim pansus ranperda pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif tersebut, anggota Pansus meminta kepala dinas yang bersangkutan selayaknya hadir dalam paripurna. Tidak hadirnya Kepala Dinas Perternakan sempat menimbulkan interupsi oleh beberapa anggota dewan yang hadir pada saat itu, salah satunya Supriyati.

Supriyati mengkritisi ketidakhadirannya kepala dinas perternakan provinsi Riau dan mengaharapkan untuk kedepannya seluruh kepala dinas diwajibkan hadir saat paripurna.

"Untuk internal DPRD Riau, saya minta kepada sekwan, kordinasikan hasil dari rapat-rapat banmus terutama jadwal paripurna kita. perlu juga didketahui oleh pemprov, Kalau didatangkan wakil,mereka pasti tidak akan paham," tuturnya.

Mengapa Provinsi Jawa Timur? 
Provinsi Jawa Timur dikenal sebagai wilayah gudang ternak sapi dan kerbau untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi hewani. Provinsi Jawa Timur memenuhi lebih dari 30 persen kebutuhan ternak sapi dan kerbau untuk memperoleh daging bagi kepentingan konsumsi nasional.

Oleh karena itu ternak sapi dan kerbau betina merupakan salah satu faktor untuk mengembangbiakkan populasi ternak. Sebagai bibit pengembangbiakan maka populasi sapi dan kerbau betina produktif harus dijaga dan dikendalikan agar tidak dilakukan pemotongan.

Pemotongan terhadap sapi dan kerbau betina produktif sudah barang tentu akan mengurangi jumlah bibit sapi dan kerbau serta akan mengganggu pengembangbiakan ternak dan sapi guna memenuhi kebutuhan.

UU dan Peraturan Pemerintah
Kebijakan pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan hewan, yang di dalamnya  telah mengatur adanya kewajiban Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengatur populasi ternak sapi dan kerbau betina produktif.

Di samping itu juga diwajibkan agar Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyediakan dana untuk menjaring ternak sapi dan kerbau betina produktif yang dikeluarkan oleh masyarakat dan menampung ternak tersebut pada unit pelaksana teknis di daerah untuk keperluan penyediaan bibit ternak sapi dan kerbau betina produktif.

Pengendalian sapi dan kerbau betina produktif juga dilakukan dengan mendasarkan pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35 Tahun 2011 tentang Pengendalian Ternak Ruminansia Betina Produktif, yang dimaksudkan untuk mempertahankan ketersediaan bibit ternak  sapi dan kerbau betina produktif.

Hal-hal tersebut di atas yang melatarbelakangi perlu menetapkan Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pengendalian Ternak Sapi Dan Kerbau Betina Produktif.

Pembentukan Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk memperkuat pondasi budidaya ternak melalui ketersediaan bibit ternak yang berkualitas secara mandiri, berkelanjutan dan  pengembangan sumberdaya lokal dan sebagai dasar pelaksanaan kebijakan di tingkat Provinsi Jawa Timur dan yang nantinya dapat dijadikan acuan serta pedoman oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menetapkan kebijakan pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif.

Sedangkan tujuan pembentukan Peraturan Daerah ini adalah untuk mempertahankan ketersediaan bibit dan mempertahankan Provinsi Jawa Timur sebagai gudang ternak nasional serta memantapkan koordinasi dan sinkronisasi  dalam pelaksanaan pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif.

Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah ini  adalah pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif yaitu serangkaian kegiatan untuk mengelola penggunaan ternak sapi dan kerbau betina produktif melalui identifikasi status reproduksi, seleksi, penjaringan dan pembibitan.

Di samping itu juga dilakukan pengaturan tentang sertifikasi sapi dan kerbau betina produktif, pengendalian pemotongan, pengendalian lalu lintas ternak sapi dan kerbau betina produktif baik antar provinsi, antar pulau maupun antar negara.

Hal ini untuk meningkatkan efektifitas keberlakuan Peraturan Daerah ini juga dilakukan upaya pembinaan dan pengawasan terhadap pengendalian sapi dan kerbau betina produktif. Kemudian dilakukan koordinasi dan kerjasama dalam rangka pengendalian sapi dan kerbau betina produktif antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di dalam wilayah Provinsi Jawa Timur.

Kerjasama juga dilakukan dengan instansi lain dalam rangka penegakan hukum apabila terjadi pelanggaran terhadap peraturan daerah ini. Melalui Peraturan Daerah ini juga diatur kewajiban Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur untuk menganggarkan dana dan biaya pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif dalam suatu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur.

Melalui penganggaran tersebut maka program-program dan kebijakan pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif dapat terlaksana dengan baik. Efektifitas berlakunya suatu peraturan perundang-undangan salah satunya dipengaruhi oleh faktor penegakan hukum.

Sanksi merupakan salah satu upaya dan langkah untuk menegakkan hukum manakala terjadi pelanggaran hukum. Peraturan Daerah ini selain memuat kewajiban dan larangan, misalnya ternak sapi dan kerbau betina produktif dilarang dikeluarkan dari  wilayah Provinsi  Jawa Timur kecuali untuk dibudidayakan.

Ternak sapi  dan kerbau betina produktif  yang akan dibudidayakan wajib memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a.) mendapatkan rekomendasi pengeluaran ternak betina produktif dari Kepala Dinas; b.) ketersediaan bibit di Provinsi Jawa Timur cukup; c.) Provinsi tujuan memiliki lokasi/unit untuk pembibitan/ budidaya ternak; dan d.) Provinsi tujuan menjamin bahwa bibit ternak dari Provinsi Jawa Timur akan dibudidayakan dan tidak dipotong.

Dilarang  memasukkan  ternak sapi  potong bakalan  impor sepanjang populasi ternak di Provinsi Jawa Timur masih melebihi kebutuhan dalam Provinsi.

Peran serta masyarakat dalam pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif dapat dilakukan sejak identifikasi status reproduksi, seleksi, penjaringan dan/atau pembibitan.

Ketentuan lebih lanjut  mengenai  peran  serta  masyarakat diatur dalam Peraturan Gubernur Jatim. Perda Jatim ini juga memuat sanksi baik administrasi, sanksi denda dan sanksi pidana yang dapat diterapkan jika terjadi pelanggaran.

Institusi yang berwenang menegakkan hukum adalah penyidik, yang dalam Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang mempunyai tugas dan wewenang sesuai peraturan perundang-undangan untuk melakukan penegakan terhadap setiap pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini.

Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal-pasal Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,-  (lima puluh juta rupiah).

Dengan demikian, pembentukan Peraturan Daerah ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersedianya bibit ternak sapi dan kerbau betina produktif di wilayah Provinsi Jawa Timur.

Dengan demikian maka akan dapat membantu dan menjaga status provinsi Jawa Timur sebagai salah satu daerah utama penghasil ternak sapi dan kerbau betina baik untuk pemenuhan gizi dan pangan maupun untuk keperluan pemenuhan ternak bibit guna keperluan pengembangbiakan sapi dan kerbau betina produktif maupun ternak untuk keperluan pemotongan.

Peraturan Gubernur sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

"Penetapan oleh DPRD Riau sudah dilakukan untuk Perda ini. Selanjutnya akan diapresiasi oleh Gubernur melalui Dinas terkait dan akan dilanjutkan ke Mendagri sebagai final payung hukum Perda ini," kata Karmila Sari, Ketua Pansus Perda Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif Provinsi Riau 2017.(adv/hms)
Show comments