Heboh, 9 Pesan KH Hasyim Muzadi Soal Kasus Al Maidah

forumriau.com 19.3.17
forumriau.com
Minggu, 19 Maret 2017


Warga Nahdliyin di tubuh Nahdlatul Ulama (NU) punya tanggungjawab dalam mengemban amanah petinggi ulama mereka, apalagi ulama yang telah wafat seperti KH Hasyim Muzadi. Petinggi NU ini terakhir dipercaya menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Dalam hari-hari akhir tahun 2016 silam, KH Hasyim Muzadi menulis 9 pandangannya soal reaksi umat Islam terkait kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

FORUMRIAU.COM: Pada 9 November 2016 lalu, setelah adanya reaksi atas aksi damai umat islam #411 (4 November 2016), KH Hasyim Muzadi secara resmi mengirim pandangannya ke sejumlah redaksi media.

Isi lengkapnya sebagai berikut:
Di kalangan umat Islam seluruh dunia, ada tiga hal yang tidak boleh disinggung atau direndahkan, yakni : Allah SWT, Rasulullah SAW, dan Kitab suci Alquran.

Pertama, apabila salah satu dari hal itu, apalagi ketiganya, disinggung dan direndahkan, pasti mendapat reaksi spontan dari umat Islam tanpa disuruh siapa pun.

Reaksi tersebut akan segera meluas tanpa bisa dibatasi oleh sekat-sekat organisasi, partai, dan birokrasi. Kekuatan energi tersebut akan bergerak dengan sendirinya tanpa dibatasi ruang dan waktu.

Kedua, fenomena demo 4 November 2016 tentu secara lahiriah dipimpin oleh beberapa tokoh yang merasa terpanggil untuk membela kesucian kitabnya. Namun jumlah yang hadir membuktikan adanya kekuatan (energi spritiual) yang dahsyat dari pengaruh Alquran tersebut.

Hal ini dapat dibuktikan para pemimpin yang melakukan demo atau mengumpulkan masa tanpa dorongan spiritualisme tersebut tidak mungkin dapat menggerakan umat yang berjumlah jutaan.

Mereka berjalan dengan damai, tertib dan siap untuk berkorban. Sehingga sesungguhnya tidak perlu dicari dalangnya, provokator atau siapa yang membayar.

Karena provokator dan bayaran setingkat apa pun tidak akan mampu menggalang kekuatan tersebut. Yang ada mereka akan menempel pada gelombang besar untuk kepentingannya, bukan kemampuan menciptakan gelombang itu sendiri.

Ketiga, kedahsyatan energi Alquran tersebut hanya bisa dimengerti, dirasakan dan diperjuangkan oleh orang yang memang mengimani Alquran.

Tentu sangat sulit untuk diterangkan kepada mereka yang tidak percaya kepada Alquran, berpikiran atheis, sekuler dan liberal. Karena mereka jangankan memahami energi Alquran, menerima Alquran pun belum tentu bisa.

Sehingga perdebatan antara keimanan kepada Alquran dan ketidakpercayaan kepada Alquran hanya akan melahirkan advokasi bertele-tele dan berbagai macam rekayasa.

Keempat, Alquran sebagai kitab suci sekaligus kitab pembeda (al-Furqon) yang membedakan antara yang hak dan yang batil.

Maka tidak heran kalau kemudian kelihatan di kalangan umat Islam sendiri mana yang bertindak sebagai pejuang, sebagai pengikut perjuangan yang ikhlas tanpa pamrih, yang mengambil posisi memanfaatkan keadaan (kepentingan duniawi sesaat), dan mana yang memang menyelewengkan Alquran.

Sedangkan di kalangan non-Muslim sendiri sangat sedikit yang  membuat konflik lintas agama dengan kaum Muslimin. Mereka adalah pihak yang sudah basah politisasi dan kapitalisasi ekonomi serta hegemoni kekuasaan. Sedangkan mayoritas mutlak non-Muslim tetap bersatu bersama kaum Muslimin dalam penegakan NKRI.

Kelima, di era demokratisasi politik Indonesia, gerakan pembelaan Alquran tidak akan lolos dari upaya pihak-pihak tertentu dalam melakukan politisasi yang tujuannya membelokkan dan mengaburkan tujuan suci tersebut.

Politisasi sebenarnya tidak hanya terjadi pada tanggal 4/11 malam hari, tetapi sesungguhnya telah dimulai semenjak rakyat merasakan penggunaan kekuasaan untuk mendukung atau tidak mendukung salah satu pihak yang memiliki kepentingan.

Seorang gubernur pejawat yang akan mencalonkan kembali sebagai gubernur diharuskan oleh undang-undang untuk menjalani cuti. Artinya, tidak boleh ada penggunaan kekuasaan di dalam proses demokratisasi pemilihan. Apabila terjadi, itu termasuk abuse of power (Penyalahgunaan kekuasaan).

Keenam, perdebatan  tentang  siapa dalang, provokator, penunggangan politik, sebenarnya sudah tidak diperlukan lagi sebagai isu, demi kesatuan dan persatuan NKRI. Lebih bermanfaat kalau kita fokus kepada kewajiban negara dalam melindungi  hak yang adil dari kaum Muslimin Indonesia.

Sehubungan dengan adanya penistaan Alquran tersebut yang diproses menurut hukum negara (UU No 1. Tahun 1965). Hal semacam ini sebenarnya pernah terjadi di Indonesia pada kasus Arswendo, Lia Eden dan Musadek.  Namun bedanya, mereka tidak sebesar Ahok.

Ketujuh, khusus untuk kaum Muslimin Indonesia, agar terus memperbaiki kualitas perjuangannya. Hendaknya janganlah  masalah kemurnian perjuangan pembelaan Alquran ini dicampur aduk dengan isu khilafah, pendirian negara Islam, memberi peluang terhadap ISIS, peluang terhadap teroris, dan perlawanan terhadap pesatuan dan kesatuan bangsa.

Karena, apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh kaum Muslimin, akan menjadi alat pukul balik terhadap kaum Muslimin itu sendiri, dan dapat mengakibatkan umat Islam bercerai-berai.

Kedelapan, seluruh kaum Muslimin, apa pun ormasnya, jangan beranggapan bahwa sekat-sekat ormas itu dapat menghadang energi Alquran. Karena kalau dipaksakan, justru berakibat tidak ditaatinya pemimpin oleh umatnya sendiri yang memang ghirah Alqurannya tinggi.

Kesembilan, saat ini upaya untuk menciptakan opini bahwa Ahok tidak menistakan agama tampak akan berlanjut. Kita masih menunggu hasil finalnya.

Hasil final tersebut bergantung pada siapa yang dimintai pendapat dan fatwanya oleh pihak kepolisian. Semoga akan selaras dengan keputusan MUI (Majelis Ulama Indonesia).***
sumber:republika.co.id

Thanks for reading Heboh, 9 Pesan KH Hasyim Muzadi Soal Kasus Al Maidah | Tags:

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »

Related Posts

Show comments